Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat
penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal
kita:
Rasulullah saw.
bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila
ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak
pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam
Al-Bukhari)
Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit,
sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.
“Orang-orang
yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah
kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam
keadaan kafir.” [At Taubah 125]
Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya
daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang
abadi.
Kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang
berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.
Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun
kepintaran akhirnya menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan
Fir’aun yang takabbur sampai-sampai menganggap rendah Allah dan menganggap
dirinya sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang akhirnya bisa
mati karena tenggelam di laut.
Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah
kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai
setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
“Janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan
di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]
Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang
sombong:(
“Masuklah
kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah
seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min 76]
Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita
tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan
pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena kasih-sayang
orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa.
Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan
kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan
pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin
menyatakan bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia
diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat
keluarnya kotoran.
Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita
diciptakan dari air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?”
[Al Mursalaat 20]
Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran
di badan kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bersikap sombong?
‘Ujub (Kagum
akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau
kagum akan diri kita sendiri. Padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat
yang kita dapat itu berasal dari Allah.
Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari
orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji
itu hanya untuk Allah.
Iri dan Dengki
Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki
yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan
Allah.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi
para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal
bersedekah dan ilmu.
Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni
seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan
seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan
mengajarkannya. (HR. Bukhari) [HR Bukhari]
Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar
dari iri hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau
saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia
mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar.
(HR. Abu Ya’la)
Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini
merasa susah jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain
susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan
lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita
berlindung dari kejahatan orang yang dengki:
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al
Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah
terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala
sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)
Penyakit
Riya, Bakhil dan Kikir
Riya
Riya adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud
pamer kepada manusia agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik
atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya.
Ciri-ciri riya:
Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di
hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat
pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni
apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia
berkhianat. (HR. Ibnu Babawih).
Orang yang riya’, maka amal perbuatannya sia-sia
belaka.
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia” [QS. Al-Baqarah: 264]
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena
riya” [Al Maa’uun 4-6]
Riya membuat amal sia-sia sebagaimana
syirik. (HR. Ar-Rabii’)
Sesungguhnya riya adalah syirik yang
kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim)
Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang riya itu
sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan rajanya. Namun
ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan berbuat baik untuk
mendapat pujian dari budak-budak tersebut.
Nah orang yang riya juga begitu. Ketika hanya
berdua dengan Allah Sang Raja Segala Raja, dia malas dan enggan beribadah. Tapi
ketika ada manusia yang tak lebih dari hamba/budak Allah, maka dia jadi rajin
shalat, bersedekah, dan sebagainya untuk mendapat pujian para budak. Adakah hal
itu tidak menggelikan?
Agar terhindar dari riya, kita harus meniatkan
segala amal kita untuk Allah ta’ala (Lillahi ta’ala).
Bakhil atau Kikir
Bakhil alias Kikir alias Pelit alias Medit adalah
satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga tidak mau
bersedekah.
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran 180]
Padahal segala harta kita termasuk diri kita
adalah milik Allah. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa. Telanjang tanpa
busana. Saat mati pun kita tidak membawa apa-apa kecuali beberapa helai kain
yang segera membusuk bersama kita.
Sesungguhnya harta yang kita simpan itu bukan
harta kita yang sejati. Saat kita mati tidak akan ada gunanya bagi kita. Begitu
pula dengan harta yang kita pakai untuk hidup bermegah-megahan seperti beli
mobil dan rumah mewah.
“Dan adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan
menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya
apabila ia telah binasa” [Al Lail 8-11]
Yang justru jadi harta yang bermanfaat bagi kita
di akhirat nanti adalah harta yang kita belanjakan di jalan Allah atau
disedekahkan. Harta tersebut akan jadi pahala yang balasannya adalah istana
surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan)
ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al Hadiid 21]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar